Analisis Novel “Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck” karya Hamka dengan pendekatan psikologis
ABSTRAK
Pada dasarnya sebuah karya sastra adalah replika kehidupan nyata.
Walaupun berbentuk fisik, misalnya cerpen novel dan drama, persoalan yang
disodorkan oleh pengarang tak terlepas dari pengalaman kehidupan nyata
sehari-hari. Hanya saja dalam penyampaiannya, pengarang sering menegaskan
dengan gaya yang berbeda-beda dan syarat
pesan moral bagi kehidupan manusia. Karya sastra lahir di tengah-tengah
masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap
gejala-gejala psikologis dan sosiologis di sekitarnya. karya sastra adalah
imajinasi yang tertuang dalam karya sastra, meski dibalut dalam semangat
kretivitas, tidak luput dari selera dan kecenderungan subjektif, aspirasi dan
opini personal ketika merespons objek diluar dirinya, serta muatan-muatan khas
individualistik yang melekat pada diri penulisnya sehingga ekspresi karya
bekerja dan khayal, selain kekuatan merayap realitas kehidupan. Itulah sebabnya
di dalam sebuah cerita, cerpen atau novel, seorang pengarang sering mengangkat
fenomena yang terjadi dimasyarakat. Dengan harapan para pembaca dapat mengambil
hikmah dari fenomena tersebut.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada dasarnya isi
sebuah karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh
cerita. Sangat beragam perilaku manusia yang dimuat dalam cerita. Kadang-kadang
hal ini terjadi perulangan jika diamati secara cermat. Pola inilah yang
ditangkap sebagai fenomena dan seterusnya diklasifikasikan ke dalam kategori
tertentu seperti gejala kejiwaan, sosial dan masyarakat. Misalnya perilaku yang
berhubungan dengan gejala kejiawaan yaitu fenomena frustasi, kekecewaan, dan
kecintaan yang telalu berlebihan terhadap seseorang. Pemahaman fenomena
frustasi ini dapat dilakukan dengan pendekatan psikologis. Bahwa pendekatan
psikologis menekankan analisis terhadap karya sastra dari segi intrinsic,
khususnya pada penokohan atau perwatakannya. Penekanan ini dipentingkan, sebab
tokoh ceritalah yang banyak mengalami gejala kejiwaan.
Pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
juga Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra. Bahkan, sastra tumbuh
dari sesuatu yang bersifat religius. Istilah “religious”membawa konotasi pada
agama. Religius dan agama erat berkaitan, berdampingan, Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck karangan hamka, tampaknya merupakan karya fiksi Indonesia modern yang
mulai memasukkan unsur keagamaan (islam) dalam sastra. Namun, agama di sana
adalah agama sebagai keyakinan penuh para tokoh cerita, bukan keyakinan
(syar’iat) agama yang di permasalahkan. Dengan kata lain, unsur agama itu
sendiri tidak begitu berpengaruh pada konflik cerita. Konflik ceritanya sendiri
masih berkisah pada adanya ketidak bebasan memilih jodoh, ada pihak yang
memaksakan kehendak pada pihak lain yang menyebakan pihak itu menderita. Para
penganut agama islam pun ternyata masih terkecoh atau lebih melihat sesuatu
yang bersifat lahiriah.
PEMBAHASAN
A.
Sinopsis
Novel ini menceritakan
tentang kisah cinta yang tidak sampai karena terhalang oleh adat yang sangat
kuat. Zainuddin adalah seorang pemuda dari perkawinan campuran Minangkabau dan
Makasar, ayahnya Zainuddin yang berdarah Minangkabau mengalami masa pembuangan
ke Makasar dan menikah dengan ibunya Zainuddin yang berdarah asli Makasar,
Zainuddin mempunyai mempunyai seorang kekasih asal Batipun bernama Hayati,
namun hubunga mereka harus berakhir karena adat karena berdasarkan sebuah
rapat, ibu Zainuddin tidak dianggap manusia penuh.
Akhirnya Hayati menikah
dengan seorang pemuda bangsawan asli Minangkabau bernama Aziz. Mendengar
pernikahan itu Zainuddin jatuh sakit, akan tetapi berkat dorongan semangat dari
Muluk sahabatnya yang paling setia, kondisi Zainuddin berangsur-angsur mambaik
dan pada akhirnya Zainuddin menjadi seorang pengarang yang sangat terkenal dan
Zainuddin tinggal di Surabaya. Di Surabaya inilah Zainuddin bertemu dengan
hayati yag diantar oleh suaminya sendiri yaitu Aziz, untuk dititipkan padanya,
kemudian Aziz mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Rasa cinta Zainuddin
pada Hayati sebenarnya masi membara, akan tetapi mengingat Hayati itu sudah
bersuami, cinta yang masih menyalah itu berusaha untuk dipadamkan, kemudian
Hayati dibiayai untuk pulang ke Batipun. Tetapi nasib malang menimpa Hayati,
dalam perjalanan pulang ke Batipun itu, Kapal Van Der Wjick yang ditumpangi
Hayati tenggelam. Hayati meninggal dunia dirumah sakit Cirebon disaat-saat
akhir hayatnya, Hayati masih sempat mendengar dan melihat bahwa sebenarnya
Zainuddin masih sangat mencintainya, namun semua itu sudah terlambat. Tidak
berselang lama, Zainuddin menyusul Hayati ke alam baka, jenazah Zainuddin
dimakamkan persis disamping makam mantan kekasihnya, Hayati.
B.
Aspek keislaman dalam novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wjick
Apabila membaca karya-karya Hamka, termasuk dalam
novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wjick, aspek-aspek keislaman dan dakwah
keislaman dapat kita rasakan. Dalam novel tersebut, dakwah keislaman itu terasa
dari penokohan yang dilakukan pengarang. Sebagai contoh, ada pernyataan dalam
novel bahwa tokoh Zainuddin, setelah berpisah dengan Hayati, berniat dan
bercita-cita untuk memper dalam ilmu dunia dan akhirat supaya kelak menjadi
seorang yang berguna. Angan-angan Zainuddin adalah menjadi orang alim, sehingga
apabila kembali kekampungnya dapat membawa ilmu. Zainuddin sendiri adalah
turunan dari ayah dan ibu ahli ibadah.
Apa yang dilakukan Hamka dalam penokohan diatas,
menurut saya adalah salah satu cara dakwah yang dilakukanya, suatu upaya untuk
menumbuhkan kepada pembaca bahwa betapa mulia orang yang berilmu dan ahli
ibadah. Dakwah yang dilakukan itu sangat halus. Adapun aspek-aspek religius itu
yakni, Aqidah, Syari’ah, dan akhlak. Adapun yang penjelasan mengenai aspek-aspek
tersebut sebagai berikut:
1.
Aqidah
Dalam
novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wjick karya Hamka aqidah atau kepercayaannya sangat kental dengan budaya
islami untuk lebih jelasnya penulis memaparkan penggalan ceritanya sebagai
berikut :
“lepaskan saya berangkat ke Padang. Kabarnya konon, disana hari ini
telah ada sekolah agama. Pelajaran akhirat telah diatur dengan sebagus-bagusnya
apalagi, puncak singgalang dan merapi sangat keras seruannya kepada ku rasanya.
Saya hendak melihat tanah asalku, tanah tempat ayahku dilahirkan dahulunya. Mak
Base banyak orang memuji daerah Padang, banyak orang yang bilang agama islam
masuk kemaripun dari sanah. Lepaskan saya berangkat kesana”.
2.
Syari’ah
Kata syari’ah adalah bahasa Arab yang diambil dari
rumpum kata syari’ah. Dalam bahasa Indonesia artinya jalan raya. Kemudian
bermakna jalannya hukum, dengan kata lain perundang-undangan. Karena itu pula
dengan perkataan atau istilah “Syari’ah Islam” memberi arti hidup yang harus
dilalui atau perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh seorang yang beragama
islam. Hukum Tuhan itu adalah Syari’ah itu mengandung kebenaran mutlak, artinya
tidak ada kelemahan dan pertentanagan dalam dirinya sendiri.
3.
Akhlak
Akhlak islam adalah suatu sikap mental dan perbuatan
yang luhur. Dan novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wjickkarya Hamka, penulis
menemukan berbagai akhlak yang sangat mulia terutama dari pemeran utama yakni
tokoh Zainuddin. Kebaikan moral Zainuddin bias kita lihat pada penggalan cerita
berikut ini:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut, didik ahli seni, ahli
syair, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”.
C.
Analisis Struktur Roman tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck Karya Hamka
Analisis karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat
dilakukan dengan mengakji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur
intrinsik fiksi yang bersangkutan. Analisis strukturalnya sebagai berikut:
1.
Tema
Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Hamka ini
tenyang kisah tak sampai. Sangat kental dengan budaya Minang yang sangat patuh
akan peraturan adat.
Adapula penggalan ceritanya:
“apa yang dikerjakannya, padahal cinta adalah
sebagai kemudi dari bahtera kehidupan. Sekarang kemudi itu dicabut, kemana dia
hendak berlabuh, teroleng terhempas kian kemari, daratan tak nampak, pulau
kelihatan. Demikianlah nasib anak muda yang maksudnya tiada sampai”.
2.
Alur/Plato
Dalam roman
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka menggunakan alur maju mundur, karena
menceritakan hal-hal yang sudah lampau atau masa lalu dan kembali lagi membahas
hal yang nyata atau kembali ke cerita baru dan berlanjut. Ada lima tingkatan alur yakni:
a. Penyituasian
Tahap
penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar
dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, memberikan
informasi awal dan lain-lain.
Berikut ini merupakan tahap awal dari roman
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka yang berkaitan dengan tahap penyituasian.
“Di tepi pantai, di antara kampong Bara dan
kampung Mariso berdiri sebuah rumah bentuk Makasar, yang salah satu jendelanya
menghadap ke laut. Di sanalah seorang anak muda yang berusia kira-kira 19 tahun
duduk termenung seorang diri menghadapkan mukanya ke laut. Meskipun matanya
terpentang lebar, meskipun begitu asyik dia memperhatikan keindahan alam di
lautan Makasar, rupanya pikiranya telah melayang jauh sekali, ke balik yang tak
tampak di mata, dari lautan dunia pindah ke lautan khaya”.
b.
Konflik
Tahap
pemunculan konflik, masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut
terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi tahap ini merupakan tahap awal
munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau
dikembangkan menjadi konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang dan atau
dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Kejadian dan
konflik yang dialami tokoh Hayati dan Zainuddin dalam roman Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck karya Hamka bisa dilihat dari penggalan cerita berikut ini:
“Sesungguhnya persahabatan yang rapat dan jujur
diantara kedua orang muda itu, kian lama kian tersiarkan dalam dudun kecil itu.
Di dusun belumlah orang dapat memendang kejadian ini
dengan penyelidikan yang seksama dan adil. Orang belum kenal percintaan suci
yang terdengar sekarang, yang pindah dari mulut ke mulut, ialah bahwa Hayati,
kemenakan Datuk telah ber “intaian” bermain mata,
berkirim-kirim surat dengan anak orang Makasar itu. Gunjing, bisik dan desus
perkataan yang tak berujung pangkal, pun ratalah dan pindah dari satu mulut ke
mulut yang lain, jadi pembicaran dalam kalangan anak muda-muda yang duduk di
pelatar lepau petang hari.Hingga akhirnya telah menjadi rahasia umum.
Orang-orang perempuan berbisik-bisik di pancuran tempat mandi, kelak bila
kelihatan Hayati mandi di sana, mereka pun berbisik dan mendaham, sambil
melihat kepadanya dengan sudut mata. Anak-anak muda
yang masih belum kawin dalam kampung sangat naik darah.Bagi mereka adalah
perbuatan demikian merendahkan derajat mereka seakan -akan kampung tak
berpenjaga.yang terutama sekali yang dihinakan orang adalah persukuan Hayati,
terutama mamaknya sendiri Datuk yang dikatakan
buta saja matanya melihat kemenakannya membuat malu, melangkahi kepala ninik
–mamak”.
c.
Tahap Peningkatan Konflik
Konflik yang
telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan
kadar intensitasnya. Tahap peningkatan konflik dalam roman Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck karya Hamka terjadi ketika Zainuddin dan Aziz sama-sama
mengirimkan surat kepada orang tua Hayati, dari lamaran kedua pemuda itu,
ternyata lamaran Aziz yang diterima karena orang tua Hayati mengetahui latar
belakang pemuda yang kaya raya itu, sedangkan lamaran Zainuddin ditolak karena
orang tua Hayati tidak ingin anaknya bersuamikan orang miskin. Hal ini bisa
terlihat dari penggalan cerita berikut ini:
”Kalam dia tertolak lantaran dia tidak ber-uang
maka ada tersedia uang Rp.3000,- yang dapat dipergunakan untuk menghadapi
gelombang kehidupan sebagai seorang makhluk yang
tawakkal”.
d.
Klimaks
Klimaks sebuah
cerita akan dialami oleh tokoh (tokoh utama) yang berperan sebagai pelaku dan
penderita terjadinya konflik utama. Dalam Roman Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck karya Hamka, tahap klimaks terjadi ketika Aziz meminta supaya Zainuddin
menikahi Hayati. Sekalipun dalam hati Zainuddin masih mencintai Hayati,
Zainuddin menolak permintaan Aziz. Bahkan Zainuddin memulamgkan Hayati ke
kampung halamannya dengan menggunakan Kapal Van Der Wijck. Hal ini bisa dilihat pada pernyataan berikut:
“Bila terjadi akan itu, terus dia berkata:
“Tidak Hayati ! kau mesti pulang kembali ke Padang! Biarkan saya dalam keadaan
begini. Pulanglah ke Minangkabau! Janganlah hendak ditumpang hidup saya , orang
tak tentu asal ….Negeri Minangkabau beradat !.....Besok hari senin, ada Kapal
berangkat dari Surabaya ke Tanjung Periuk, akan terus ke Padang! Kau boleh
menumpang dengan kapal itu, ke kampungmu”.
e.
Penyelesaian
Tahap
penyelasaian dalam novel Tenggelamya Kapal Van Der Wijck karya Hamka ketika
Zainuddin mendapat kabar bahwa Kapal yang ditumpangi Hayati tenggelam,
sedangkan Hayati dirawat di Rumah Sakit Tuban. Dengan diterima Muluk sahabatnya
Zainuddin menengok wanita yang sangat dicintainya itu. Rupanya pertemuan mereka
itu adalah pertemuan yang terakhir karena Hayati menghembuskan nafasnya yang
terakhir dalam pelukan Zainuddin. Kejadian itu membuat Zainuddin merasakan
penyesalan yang berkepanjangan hingga Zainuddin jatuh sakit dan meninggal
dunia. Zainuddin dimakamkan di sebelah makam Hayati.
3.
Setting/latar
Latar dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka
berlatar di daerah Minangkabau dan Makasar.
4.
Sudut Pandang
Pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka
menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal karena menyebutkan dan
menceritakan secara langsung karakter pelakunya secara gamblang. Penggalan
cerita pada novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka sebagai berikut:
“Mula-mula datang, sangatlah gembira hati
Zainuddin telah sampai ke negeri yang selama ini jadi kenang-kenagannya”.
5.
Karakter
Pada novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka terdapat beberapa karakter diantaranya:
Karakter utama (mayor karakter, protagonis)
adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia
merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian
maupun yang dikenai kejadian. Tokoh karakter utama yang ada dalam novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka adalah tokoh Zainuddin, yang
memiliki sopan santun dan kebaikan pada semua orang. Sedangkan yang lainnya
yang menjadi tokoh protagonisnya adalah tokoh Hayati yang menjadi kekasih
Zainuddin. Penggalan cerita yang menunjukkan Zainuddin adalah karakter yang baik adalah:
“Zainuddin seorang yang terdidik lemah lembut,
didikan ahli seni, ahli sya’ir, yang lebih suka mengalah untuk kepentingan orang lain”.
Karakter pendukung (minor karakter, antagonis)
sosok tokoh antagonis dalam roman Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka
adalah tokoh Aziz, karena tokoh Aziz di sini mempunyai sikap yang kasar dan
sering menyakiti istrinya, dan tidak mempunyai tanggung jawab dalam keluarga
dan selalu berbuat kejahatan karena sering main judi dan main perempuan.
“ketika akan meninggalakan rumah itu masih
sempat juga Aziz menikamkan kata-kata yang tajam kesudut hati Hayati. sial”. (hal:180)
Sedangkan yang menjadi karakter pelengkap
adalah Muluk dan Mak Base karena keduanya adalah sosok yang bijak dan selalu
berada di samping tokoh utama untuk memberi nasehat dan sangat setia menemani tokoh utama sampai akhir cerita.
6.
Gaya Bahasa
Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka
menggunakan kalimat yang sangat kompleks karena menggunakan bahasa melayu yang
baku. Seperti dalam penggalan cerita berikut ini:
“Lepaskan Mak, jangan bermenung juga,”
bagaimana Mamak tidak akan bermenung, bagaimana hati mamak tidak akan berat”. (hal:
7.
Amanat
Dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka
mengandung nilai moral yang tinggi ini terlihat dari para tokoh yang ada
seperti Zainuddin. Hal tersebut bisa kita lihat dari panggilan cerita berikut ini:
“Demikian penghabisan kehidupan orang besar
itu. Seorang di antara Pembina yang menegakkan batu pertama dari kemuliaan
bangsanya; yang hidup didesak dan dilamun oleh cinta. Dan sampai matipun dalam
penuh cinta. Tetapi sungguhpun dia meninggal namun riwayat tanah air tidaklah
akan dapat melupakan namanya dan tidaklah akan sanggup menghilangkan jasanya.
Karena demikian nasib tiap-tiap orang yang bercita-cita tinggi kesenangannya
buat orang lain. Buat dirinya sendiri tidak”. (hal:223)
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data tentang novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Struktur novel terdiri dari
tema, alur/plot, setting/latar, sudut pandang, karakter, gaya bahasa, dan amanat, di mana hubungan antar
unsur dalam novel ini menunjukkan
hubungan yang begitu padu sehinggga menghasilkan jalinan cerita yang sangat menarik.
2. Unsur religiusitas novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka
mengandung aspek aqidah, syari’ah, dan akhlak
yang tergambar dalam setiap perilaku tokoh yang dimainkan, di samping itu
pengarang sendiri sebagai seorang agamawan yang begitu kental memasukkan
unsur–unsur agama ke dalam novel ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hamka. (2012). Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Jakarta: Bulan
Bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar