“Cikuray Bukan Untuk Orang Lebay”
Oleh: Rofif Syuja’ Mu’tasyim
RISPALA (Remaja Islam Pecinta Alam) mengadakan pendakian bersama dengan
beberapa komunitas (Lintar Pro Adventure, Kompact, Ciledug Adventure, PANAVEC,
AOC, FRM, ) ke Gunung Guntur, Garut Jawa
Barat, dengan IDR 300K . Aku mewakili komunitasku yaitu LINTAR
(Lintas Alam Tangerang Raya). Namun mendaki Gunung Guntur hanyalah rencana,
karena ketika hari Jum’at, 27-09-18 Gunung Guntur mengalami kebakaran di
sekitar jalur pendakian, sehingga pihak Gunung Guntur menutup pendakian menuju
Gunung Guntur pada tanggal 28-09-18. Oleh karena itu, pendakian dialihkan ke
Gunung Cikuray. Dan setelah ada perubahan itu, aku bertanya kepada salah satu
seniorku dalam hal mendaki, yakni bang Ari. Dan bang Ari berkata “beeeh mantep bang cikuray
mah, dengkul ketemu dada, lebih berat dari Gunung Gede Via Putri”. Dia berkata
lebih berat dari gunung Gede Via Putri karena aku dan dia pernah melakukukan Open
Trip ke Gunung Gede melalui jalur Putri, dan memang cukup menguras tenaga. Aku
langsung terbayangkan bagaimana sebuah pendakian ketika di jalur itu dengkul
ketemu dada, belum lagi bawaan yang bisa dibilang tidak enteng.
Rombongan berkumpul di Gedung Serbaguna Kecamatan Curug pukul 20.00
WIB, karena akan ada pembekalan dari KORAMIL Curug, dan beberapa Pembina
RISPALA. Kemudian cek in peserta serta perlengkapan yang akan dibawa ke
Gunung. Oh iyah, dalam pendakian ini, dibagi beberapa kelompok. Karena
mengingat banyaknya peserta, dan aku dapat kelompok satu bersama teman- teman
yang baru pertama kali mendaki gunung. Bus berangkat pukul 00.10 WIB dengan menggunakan
bus Putera KJU. Singkat cerita, pukul 09.00 WIB aku dan rombongan sampai Garut. Kemudian turun
dari bus, karena akses menuju Cikuray tidak akan bisa dilalui dengan bus. Biasanya
warga sekitar menyewakan mobil losbak untuk melanjutkan perjalanan ke basecamp
Cikuray Via Pemancar.
Satu losbak hanya boleh diisi 12 orang, mengingat medan menuju Cikuray
yang curam dan sempit, dan selama dijalan mampu membuat kepala saya pusing
karena jalan yang berbatuan dan penuh debu. Sampai basecamp pemancar,
saya dan rombongan menyempatkan untuk sarapan dahulu sekalian isi tenaga buat
mendaki, dan tak lupa mengisi pembekalan air, karena di atas tidak ada sumber
air. Namun ketika sarapan, saya diuji lagi kerena warung hanya ada nasi,
lauknya tak ada. Dengan penuh inisiatif, aku dan yang lainnya tetap makan
dengan lauk gorengan di tambah kecap dan saos. Mau ga mau saya harus memakannya
untuk isi tenaga.
Aku dan rombongan memulai pendakian pukul 13.00 WIB dengan masing -
masing kelompok, sebelum berangkat ada breafing sebentar, dan berdo’a.
ketika memulai mendaki, aku membawa Carier Eiger 90 Liter, dan memang
ketika di basecamp teman- teman sudah bertanya “Kuat ora mas sampean
gowo abo- abot iku” (kuat ga mas kamu bawa berat- berat itu). Yaaa jawabanku “Insya
Allah”. Saat mulai berjalan menuju pos 1, track nya sudah terbilang curam, belum
lagi medan berdebu yang mampu membuat sesak nafas. Dan benar saja, ketika
sampai pos 1, aku langsung mual dan muntah. Kemudian team Ranger menghampiri
saya dan memberikan fresh care untuk dioleskan di perut. Setelah agak
mendingan, carier saya tukeran oleh salah satu Ranger, yakni mas Fajar.
Dan benar saja, selama di track aku sering menemukan jalan curam hingga dengkul
ketemu dada. Untung saja tidak hujan, tak bisa terbayang kalau hujan, selain
licin, tanahnya pasti sangat lengket.
Ketika di pos 3, rombongan lain sudah tak bersama - sama rombongan,
karena sudah pisah- pisah. Termasuk aku. Ketika sampai pos 5, sudah mulai
maghrib, azan terdengar dari atas ketinggian. Tak lama dari itu malam pun tiba,
dengan angina dan kabut tebal. Dengan segera, aku dan yang lain mengeluarkan headlamp (senter yang di kepala) untuk
membantu menerangi perjalanan. Namun ternyata yang bawa hanya beberapa orang
saja, akhirnya dibagi- bagilah alat penerangan di depan, tengah, dan bagian
belakang. Tak sedikit dari teman- teman yang mulai terasa keram, baik di
telapak, dan di bagian betis. Hot n cream, fresh care, koyo, dan berbagai alat
buat penghangat dikeluarkan semua. Kalau kondisi sudah begini, harus sedikit
dipaksakan supaya sampai ke area tenda. Supaya langsung istirahat, kalau
terlalu banyak mengeluh nanti yang dikhawatirkan terjadi hal- hal yang tak
diinginkan. Salah satunya hypothermia.
Melihat jalur yang
semakin naik semakin sulit, sudah jelas Gunung Cikuray bukan untuk orang lebay,
kalau yang mendaki gunung itu orang yang lebay, pasti di baru pos 2 atau pos 3
minta turun atau sudah tak sanggup lagi untuk melanjutkan menuju area tenda
apalagi sampai puncak. Salah satu teman saya di pos 5 sudah tak sanggup lagi untuk
melanjutkan perjalanan akibat sangat kelelahan. Dia setelah pulang kerja
langsung siap- siap mendaki dan tak ada persiapan khusus. Dan ketika lelah, dia
selalu merokok. “Mas Don, sini tasmu tak bawa.” Kata tim ranger. Mas Dony
menjawab “ga usah mas, ga papa, ini mah tasnya enteng, saya nya aja yang
lemes”. Kemudian mas Dony tetap melanjutkan perjalanan dengan tongkat sebagai
pembantu untuk mendaki dan berjalan dengan amat pelan. Dan ada beberapa orang
yang ku jumpai di pos 3 dan 4 yang sedang mendirikan tenda. Yang saya yakin
mereka tak kuat dan terlalu santai sehingga cukup sampai pos 3 dan 4. Padahal
jarak dari pos 4 menuju pos 6 itu masih sampai 2 jam mendaki. Namun
yang malas itu diri pribadi.
Akhirnya aku sampai pos 6 tempat mendirikan tenda pukul 19.00 WIB
dengan kondisi jalur sudah penuh kabut tebal, dan cuaca semakin dingin sampai
kerasa hingga ke tulang. Aku dengan cepat mendirikan tenda sebagai tempat
berlindung dengan teman- teman yang lain. Kelompok 1 mendirikan 2 tenda dengan
masing- masing kapasitas untuk 5 orang. Setelah tenda berdiri, aku membagi
kelompok lagi, ada yang masak untuk mengisi perut, ada pula yang membantu
memasukkan carier ke dalam tenda. Dan
yang masak pun aku bagi lagi, ada yang masak nasi dan ada yang goreng lauk.
Supaya tidak ada yang diem dan menambah kedinginan yang menyelimuti tubuh. Setelah
masakan matang, aku langsung makan bersama. Menu makan pada malam itu adalah
nasi dan mi rebus, yang utamanya untuk mengisi tenaga dahulu. Teman- temanku
makan degan sangat lahap, karena memang selama perjalanan mereka hanya minum
dan menahan rasa lapar. Dan mendapat info dari tim ranger bahwa mas Dony sudah tak
sanggup lagi untuk menyusul teman- teman yang lainnya ke area camping. Kemudian
3 orang tim ranger membantu untuk mendirikan tenda di pos 5, karena bobot tubuh
mas Dony yang terbilang gemuk tak mungkin di bantu hanya 2 orang. Akhirnya 3
orang tim ranger turun dan menemani serta membawa logistic untuk mas Dony
hingga hari esok.
Setelah perut kenyang, aku dan yang lainya mulai menyusun tempat
tidur supaya tidak tidur semau mereka supaya cukup. Setelah beres, saya
langsung memakai sleeping bag supaya
anget ke tubuh, karena semakin malam itu cuacanya semakin dingin. Dan selama
tidur itu aku tidak bisa tidur nyenyak, karena angin nya terbilang kencang dan
terasa hingga ke tulang. Ngilu. Dan sebelum tidur itu ada panitia yang
memberitahu kalau jam 4 pagi akan summit
(menuju puncak).
Dan benar saja, ketika pukul 03.30 WIB kami sudah dibangunkan untuk
siap- siap menuju puncak, sebelum berangkat, saya menyeduh energen 2 bungkus
sebagai ganjelan perut agar tidak kosong sekali perut. Dan tak lupa membawa
senter untuk penerangan dan sarung tangan. Aku dan yang lainnya berangkat menuju
puncak pukul 04.00 WIB, dan selama perjalanan menuju puncak tidak sedikit
teman- temanku yang keram dan merasa kedinginan. Dan jalurnya tak semudah yang
dibayangkan, cuaca dingin dan jalur dengkul ketemu dada pun kerap ku temukan.
Aku sampai puncak pukul 05.40 WIB dan langsung menikmati indahnya
sunrise dan samudera awan yang membuat lelah hilang. Namun sayang saja, ketika
di puncak suasanya sudah padat sekali dengan pendaki lainnya yang ingin
mengabadikan moment. Namun ketika diatas pun cuaca nya amat dingin meskipun
matahari sudah terik. Dan ketika di puncak Cikuray itu ada sebuah bangunan, dan
sudah ada pemberitahuan agar tidak menaiki bangunan tersebut. Namun nyatanya
mereka tak memperdulikan pemberitahuan tersebut.
Menikmati suasana puncak Cikuray dengan pemandangan gunung Slamet,
gunung Ciremai dan Gunung Papandayan. Di puncak sampai pukul 07.30 WIB dan kembali ke tenda sekaligus membuat
sarapan untuk mengisi tenaga untuk turun ke bawah. Sarapan pagiku dengan nasi
goreng ditambah dengan sosis dan tempe goreng. Soal rasa tak usah diragukan
lagi, karena yang kami pikirkan adalah mengisi tenaga. Dan setelah sarapan kami
mulai berkemas, melipat tenda dan operasi semut supaya alam tetap bersih.
Kemudian saya dan yang lainnya turun pukul 09.00 WIB dan sampai di basecamp pemancar pukul 13.00 WIB.
Ketika turun, saya menemukan sepasang kekasih yang sedang turun pula. Namun,
sang wanita terkesan alay atau lebay, karena terlalu banyak mengeluh, sementara
si cowoknya selalu memberikan semangat kepada ceweknya. Padahal seluruh barang
dibawa oleh cowoknya, sementara yang cewe hanya membawa tracking pool (tongkat untuk membantu mendaki). Melihat kejadian
itu, aku hanya tersenyum dan miris, karena tujuan mendaki gunung untuk
refreshing malah hancur karena sikap orang yang terlalu banyak mengeluh. Jalur
turun itu lebih cepat dari mendaki karena memang lebih enak, asal hati- hati.
Dan tak jarang aku tersepeleset karena licin terkena akar yang muncul di
permukaan tanah. Kondisi sepatu dan celana sudah kotor karena tanah. Dan ketika
sampai di basecamp langsung
istirahat, karena punggung udah kerasa pegel- pegel. Setelah merasa cukup, saya
langsung bilas untuk mandi karena cuaca di bawah itu panas. Ternyata air di
kamar mandi sangatlah dingin tapi seger ke badan.
Setelah mandi, sambil menunggu teman- teman yang lainnya saya
menyempatkan makan siang, dan setelah semua pada turun dan bersih- bersih.
Waktunya pulang dengan losbak hingga jalan besar. Aku dan yang lainnya pulang
ke Tangerang pukul 16.20 WIB dan sampai di Tangerang pukul 02.00 WIB dan
langsung melanjutkan istirahat di kasur tercinta.
Pesan : buat semua orang yang ingin mendaki
gunung harus mempersiapkan diri dan mental nya, karena mungkin melihat orang
yang mendaki itu enak, namun kenyataan nya untuk mencapai puncak butuh
perjuangan yang tak mudah, banyak batu, akar dan belum lagi kalau hujan turun.
Amat berat perjuangan mendapatkan hal yang indah. Analogi mendaki gunung adalah
kehidupan, ketika kita ingin mendapat hal yang bagus, maka untuk mendapatkan
itu harus perlu perjuangan. Apalagi Gunung Cikuray adalah salah satu gunung
yang memang terkenal eksrim nya, jalur nya pun mampu membuat siapa saja dibuat
lemas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar