MAKALAH
Diajukan sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sastra Lisan
Dosen Pengampu:
Rerin Maulida
Ruang: V.538
Disusun Oleh :
Rofif Syuja’ Mu’tasyim
Ikhsan Farid
Dinda Putri Larassati
UNIVERSITAS PAMULANG
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2018
Kata
Pengantar
Puji syukur
kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan
dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Pamulang, 02 Mei 2018
Daftar Isi
Kata
Pengantar.................................................................................................
Daftar
Isi.........................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN....................................................................................
1.1
Latar
Belakang.........................................................................................
1.2
Rumusan
Masalah..................................................................................
BAB
II
PEMBAHASAN...................................................................................
2.1
Hubungan Antara Folklor dan Sastra Lisan................................................
2.2
Ciri- ciri Satra Lisan..........................................................
BAB
III
PENUTUP..........................................................................................
3.1
Simpulan............................................................................................
3.2
Saran......................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Folklor adalah sebagian kebudayaan kolektif yang tersebar dan
diwariskan turun temurun, di antara kolektif macam apa saja secara tradisional
dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai
gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). lstilah folklor
merupakan peng-lndonesiaan dari bahasa lnggris folklore. Kata tersebut
merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata yaitu kata folk dan lore
(Danandjaja 2002: 2). Sastra lisan sendiri merupakan kesusastraan yang mencakup
ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan
secara lisan (Hutomo, 1991:1). Jadi, sastra lisan ini memiliki cakupan yang
lebih spesifik. Sastra lisan merupakan bagian dari folklor.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa hubungan antara folklore dan sastra
lisan
2. Menyebutkan ciri- ciri sastra lisan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hubungan Antara
Folklor dan Sastra Lisan
Istilah folklor diambil dari bahasa Inggris:
“Folk”
(kelompok orang-orang yang memunyai ciri-ciri
pengenal kebudayaan, yang ciri-cirinya tersebut dapat membedakannya dari
kelompok lainnya)
“Lore”
(tradisi dari folk) – yang diwariskan
turun-temurun, melalui cara lisan atau melalui contoh yang disertai dengan
perbuatan.
Folklor adalah sebagian kebudayaan kolektif yang tersebar dan
diwariskan turun temurun, di antara kolektif macam apa saja secara tradisional
dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai
gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). lstilah folklor
merupakan peng-lndonesiaan dari bahasa lnggris folklore. Kata tersebut
merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata yaitu kata folk dan lore
(Danandjaja 2002: 2). Sastra lisan sendiri merupakan kesusastraan yang mencakup
ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan
secara lisan (Hutomo, 1991:1). Jadi, sastra lisan ini memiliki cakupan yang
lebih spesifik. Sastra lisan merupakan bagian dari folklor.
Dundes (via Danandjaja 2002: 1-2) menyebutkan bahwa folk adalah
sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan
sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu
antara lain berwujud kesamaan warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian,
bahasa, taraf pendidikan, dan agama. Namun, yang lebih penting bahwa mereka
telah memiliki satu tradisi, yakni kebudayaan yang telah diwariskan
turun-temurun, sedikitnya dua generasi yang dapat diakui sebagai milik bersama.
Di samping itu, yang paling penting adalah mereka sadar akan identitas kelompoknya
sendiri. Sementara itu, yang dimaksud lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian
kebudayaan yang diwariskan turun-temurun secara lisan melalui suatu contoh yang
disertai dengan isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device) seperti
yang dijelaskan di atas.
Danandjaja (2002: 3-4) juga menjelaskan ciri-ciri folklor, yaitu
sebagai berikut. (1) Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan,
disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh
yang disertai dengan isyarat dan alat pembantu pengingat) dari suatu generasi
ke generasi berikutnya. (2) Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan
dalam bentuk tetap atau dalam bentuk standar, disebarkan di antara kolektif
tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi). (3) Folklor
ada (exist) dalam versi-versi atau bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini
diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), sehingga dalam
prosesnya terjadi lupa dari manusia atau proses interpolasi. Folklor dengan
mudah dapat mengalami perubahan. Walaupun demikian, perbedaannya hanya terletak
pada bagian luarnya, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan. (4)
Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya tidak diketahui. (6) Folklor
biasanya mempunyai rumus atau pola. (7) Folklor mempunyai kegunaan (function)
dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat mempunyai kegunaan
sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan
terpendam. (8) Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang
tidak sesuai dengan logika umum. Ciri ini terutama berlaku bagi folklor lisan
dan sebagian lisan. (9) Folklor menjadi milik bersama (collective) dari
kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptaan yang pertama
sudah tidak dapat diketahui lagi sehingga setiap anggota kolektif yang
bersangkutan merasa memilikinya. (10) Folklor pada umumnya bersifat polos dan
lugu sehingga sering kali terdengar kasar dan terlalu spontan.
Secara sederhana, dikatakan bahwa folklor disebarkan secara lisan,
dari suatu generasi ke generasi yang kadang-kadang disertai dengan perbuatan
penuturnya (misalnya mengajar tari, mengajar membatik, mengajar mendalang dan
sebagainya). Adapun bentuk folklor menurut Jon Brundvard (via Danandjaja, 2002:
21-23) digolongkan kedalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu
folklor lisan (verbal folklore), folklor sebagian lisan (partly verbafolklore),
dan folklor bukan lisan (non verbal folklore). Pertama, folklor lisan ialah
folklor yang bentuknya murni lisan. Folklor lisan meliputi bahasa rakyat (folk
speech) (logat, jutukan, pangkat tradisional, dan gelar kebangsawanan);
ungkapan tradisional (peribahasa, pepatah dan pameo); pertanyaan tradisional
(seperti teka-teki); puisi rakyat (pantun, gurindam, dan syair); cerita prosa
rakyat (mite, legenda, dan dongeng); dan nyanyian rakyat.
Kedua, folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya
merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Folklor sebagian lisan meliputi
kepercayaan rakyat; permainan rakyat dan hiburan rakyat (semacam gobaksodor,
Sunda mandah, dan lain-lain); teater rakyat; tari rakyat; upacara-upacara
(kematian, perkawinan); adat istiadat (gotong royong, batas umur pengkhitanan
anak, dan lain-lain); pesta-pesta rakyat (sekaten, ruwatan, dan lain-lain).
Ketiga, folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan
lisan yang meliputi material: arsitektur rakyat (bentuk rumah asli daerah,
bentuk lumbung padi, dan sebagainya); kerajinan tangan rakyat; pakaian dan
perhiasan tubuh adat; makanan dan minuman rakyat; obat-obatan rakyat. Contoh
yang bukan material: gerak isyarat tradisional (gesture); bunyi isyarat untuk
komunikasi rakyat (kentongan tanda bahaya di Jawa atau gendang untuk mengirim
berita seperti dilakukan di Afrika); musik rakyat (gamelan Sunda, Jawa, Bali).
Selanjutnya, Bascom (via Danandjaja, 2002: 19) menjelaskan fungsi
folklor sebagai sistem proyeksi (projective system) (maksudnya sebagai alat
pencermin angan-angan suatu kotektif); sebagai alat pengesahan pranata-pranata
dan lembaga-lembaga kebudayaan; sebagai alat pendidikan anak (pedagogical
device); sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan
selalu dipatuhi anggota kolektifnya. Sehubungan dengan tradisi lisan atau
sastra lisan, keduanya kadang disenadakan, bahkan sama. Konsep tradisi dalam
tradisi lisan hampir sama pengertiannya dengan folklor.
Tradisi lisan ditransmisikan dalam waktu dan ruang dengan ujaran
dan tindakan. Perbedaan keduanya terletak pada unsur-unsur yang ditransmisi
secara lisan yang kadang- kadang diikuti dengan tindakan (Hutomo, 1991:1).
Tradisi lisan menurut keputusan atau rumusan UNESCO mencakup beberapa hal
(Hutomo, 1991:11) yakni yang berupa kesusasteraan lisan; teknologi tradisional;
pengetahuan folk di luar pusat- pusat istana dan kota metropolitan; unsur-unsur
religi dan kepercayaan folk di luar batas normal agama-agama besar; kesenian
folk di luar pusat- pusat istana dan kota metropolitan; dan berupa hukum adat.
Berdasarkan penjelasan
mengenai sastra lisan dan folklor, maka tradisi Umpasa sebagai contoh tradisi
yang berkembang secara lisan. Umpasa digolongkan sebagai salah satu bentuk
tradisi lisan yang berbentuk puisi rakyat, yang termasuk dalam kelompok folklor
lisan. Hal ini dikarenakan bentuknya murni lisan yang juga sesuai dengan
penggolangan bentuk folklor rnenurut Brundvard (via Danandjaja, 2002: 21-23).
Karena Umpasa termasuk puisi yang memiliki bentuk, maka dalam penelitian ini
struktur sastra lisan yang dibahas meliputi bentuk, formula, tema, bunyi,
diksi, dan gaya bahasa. Unsur-unsur tersebut adalah unsur yang selalu ada dalam
teks sastra lisan (Badrun, 2003: 23).
A.
Ciri- ciri Sastra Lisan
Untuk memudahkan dalam mengidentifikasi suatu tradisi atau budaya
apakah termasuk sastra lisan atau bukan, disajikan secara rinci ciri-ciri
sastra lisan yang dikemukakan oleh Hutomo (1991: 3-4) seperti di bawah ini.
(1) Menurut penyebarannya, disebarkan melalui mulut secara lisan,
baik dari segi waktu maupun ruang melalui mulut.
(2) Lahir di dalam
masyarakat yang masih bercorak desa, masyarakat di luar kota, atau rnasyarakat
yang belum mengenal huruf.
(3) Menggarnbarkan ciri-ciri
budaya suatu masyarakat.
(4) Anonim atau tidak
diketahui siapa pengarangnya.
(5) Bercorak puitis, teratur, dan berulang-ulang.
(6) Pralogis, tidak mementingkan fakta dan kebenaran, lebih
menekankan pada aspek khayalan/fantasi yang tidak diterima oleh masyarakat
modern.
(7) Bahasa yang digunakan berupa bahasa lisan (sehari-hari),
mengandung dialek, kadang-kadang diucapkan tidak lengkap
(8) Bersifat tradisional: sikap, cara berfikir, dan bertindak
selalu berpegang teguh pada norma, nilai, dan adat kebiasaan yang ada secara
turuntemurun.
(9) Bentuknya tetap
(10) Banyak versi dan varian.
(11) Terdapat unsur interpolasi.
(12) Ada formula.
(13) Spontan
(14) Ada proyeksi keinginan bahwa pencerita mempunyai peran penting
dalam berkembangnya sastra lisan.
(15) Paraklisme.
(16) Berisi kearifan hidup
universal.
Selain memiliki ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, sastra
lisan juga memiliki fungsi dalam kehidupan berbangsa dan berbudaya seperti di
bawah ini.
(1) Berfungsi didaktik, yakni memiliki unsur pendidikan karena
didalamnya terkandung berbagai amanah dan pesan penting yang juga harus
dipahami oleh masyarakat.
(2) Sebagai pelipur lara atau penghibur masyarakat karena banyak
sastra lisan yang bertema humor dan mengandung unsur pelipur lara. Misalnya,
dongeng si kancil yang sangat humoris dan kental akan imajinasi.
(3) Protes sosial karena dalam perkembangannya, sastra lisan
sebagai media untuk menyampaikan aspirasi masyarakat sesuai zamannya. Sebuah
cerita bisa mewakili isi hati masyarakat.
(4) Sastra lisan dapat berfungsi sebagai sindiran yang diungkapkan
dalam bentuk lagu rakyat, pantun rakyat, dan lain sebagainya.
Hutomo (1991:67-74) juga memiliki penjelasan sendiri terkait fungsi
sastra lisan bagi masyarakat, namun maksudnya tidak jauh berbeda dari uraian di
atas. Berikut ini beberapa fungsi sastra lisan yang dikemukakan oleh Hutomo:
(1) sebagai sistim proyeksi;
(2) pengesahan kebudayaan;
(3) sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial, dan sebagai
alat pengendalian sosial;
(4) sebagai alat pendidikan anak;
(5) untuk memberikan suatu
jalan yang dibenarkan oleh masyarakat agar dia dapat lebih superior daripada
orang lain;
(6) untuk memberikan
seseorang jalan yang diberikan oleh masyarakat agar dia dapat mencela orang
lain;
(7) sebagai alat untuk
memprotes ketidakadilan dalam masyarakat;
(8) untuk melarikan diri
dari himpitan hidup, atau dengan kata lain berfungsi sebagai hiburan semata.
BAB III
PENUTUP
1. Simpulan
Folklor
adalah sebagian kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun,
di antara kolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda,
baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat
pembantu pengingat (mnemonic device). lstilah folklor merupakan
peng-lndonesiaan dari bahasa lnggris folklore. Istilah folklor diambil dari bahasa Inggris:
“Folk” (kelompok
orang-orang yang memunyai ciri-ciri pengenal kebudayaan, yang ciri-cirinya
tersebut dapat membedakannya dari kelompok lainnya)
“Lore” (tradisi dari
folk) – yang diwariskan turun-temurun, melalui cara lisan atau melalui contoh
yang disertai dengan perbuatan
2. Saran
a.
Diharapkan
kepada pembaca, agar maalah ini bisa dijadikan sebagai pedoman dalam mata
kuliah Sastra Lisan
b.
Dengan adanya
makalah ini, agar pembaca dapat menambah wawasan terutama dalam mata kuliah
Sastra Lisan.
Daftar Putaka
http://www.rahasiasastra.com/2017/01/hakikat-sastra-lisan-tradisi-lisan-dan.html
https://e-learning.unpam.ac.id/course/view.php?id=28730
Tidak ada komentar:
Posting Komentar