Selasa, 20 Oktober 2020

MAKALAH SASTRA LISAN "HUBUNGAN ANTARA FOLKLOR DAN SASTRA LISAN"

 

MAKALAH

 

Diajukan sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sastra Lisan

 

Dosen Pengampu:

Rerin Maulida

Ruang: V.538

Disusun Oleh :

 

Rofif Syuja’ Mu’tasyim

Ikhsan Farid

Dinda Putri Larassati

 

UNIVERSITAS PAMULANG

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

2018

 

 

 

Kata Pengantar

            Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan materi maupun pikirannya.

            Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

            Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

                                                                                                                                              

Pamulang, 02 Mei 2018

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Isi

Kata Pengantar.................................................................................................

Daftar Isi.........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................

1.1  Latar Belakang.........................................................................................

1.2  Rumusan Masalah..................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................

2.1  Hubungan Antara Folklor dan Sastra Lisan................................................

2.2  Ciri- ciri Satra Lisan..........................................................

BAB III PENUTUP..........................................................................................

3.1  Simpulan............................................................................................

3.2  Saran......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Folklor adalah sebagian kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun, di antara kolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). lstilah folklor merupakan peng-lndonesiaan dari bahasa lnggris folklore. Kata tersebut merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata yaitu kata folk dan lore (Danandjaja 2002: 2). Sastra lisan sendiri merupakan kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan (Hutomo, 1991:1). Jadi, sastra lisan ini memiliki cakupan yang lebih spesifik. Sastra lisan merupakan bagian dari folklor.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa hubungan antara folklore dan sastra lisan

2.      Menyebutkan ciri- ciri sastra lisan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Hubungan Antara Folklor dan Sastra Lisan

Istilah folklor diambil dari bahasa Inggris:

“Folk”

(kelompok orang-orang yang memunyai ciri-ciri pengenal kebudayaan, yang ciri-cirinya tersebut dapat membedakannya dari kelompok lainnya)

“Lore”

(tradisi dari folk) – yang diwariskan turun-temurun, melalui cara lisan atau melalui contoh yang disertai dengan perbuatan.

Folklor adalah sebagian kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun, di antara kolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). lstilah folklor merupakan peng-lndonesiaan dari bahasa lnggris folklore. Kata tersebut merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata yaitu kata folk dan lore (Danandjaja 2002: 2). Sastra lisan sendiri merupakan kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan (Hutomo, 1991:1). Jadi, sastra lisan ini memiliki cakupan yang lebih spesifik. Sastra lisan merupakan bagian dari folklor.

Dundes (via Danandjaja 2002: 1-2) menyebutkan bahwa folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain berwujud kesamaan warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama. Namun, yang lebih penting bahwa mereka telah memiliki satu tradisi, yakni kebudayaan yang telah diwariskan turun-temurun, sedikitnya dua generasi yang dapat diakui sebagai milik bersama. Di samping itu, yang paling penting adalah mereka sadar akan identitas kelompoknya sendiri. Sementara itu, yang dimaksud lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan turun-temurun secara lisan melalui suatu contoh yang disertai dengan isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device) seperti yang dijelaskan di atas.

Danandjaja (2002: 3-4) juga menjelaskan ciri-ciri folklor, yaitu sebagai berikut. (1) Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan isyarat dan alat pembantu pengingat) dari suatu generasi ke generasi berikutnya. (2) Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk tetap atau dalam bentuk standar, disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi). (3) Folklor ada (exist) dalam versi-versi atau bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), sehingga dalam prosesnya terjadi lupa dari manusia atau proses interpolasi. Folklor dengan mudah dapat mengalami perubahan. Walaupun demikian, perbedaannya hanya terletak pada bagian luarnya, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan. (4) Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya tidak diketahui. (6) Folklor biasanya mempunyai rumus atau pola. (7) Folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam. (8) Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan. (9) Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptaan yang pertama sudah tidak dapat diketahui lagi sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya. (10) Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga sering kali terdengar kasar dan terlalu spontan.

Secara sederhana, dikatakan bahwa folklor disebarkan secara lisan, dari suatu generasi ke generasi yang kadang-kadang disertai dengan perbuatan penuturnya (misalnya mengajar tari, mengajar membatik, mengajar mendalang dan sebagainya). Adapun bentuk folklor menurut Jon Brundvard (via Danandjaja, 2002: 21-23) digolongkan kedalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan (verbal folklore), folklor sebagian lisan (partly verbafolklore), dan folklor bukan lisan (non verbal folklore). Pertama, folklor lisan ialah folklor yang bentuknya murni lisan. Folklor lisan meliputi bahasa rakyat (folk speech) (logat, jutukan, pangkat tradisional, dan gelar kebangsawanan); ungkapan tradisional (peribahasa, pepatah dan pameo); pertanyaan tradisional (seperti teka-teki); puisi rakyat (pantun, gurindam, dan syair); cerita prosa rakyat (mite, legenda, dan dongeng); dan nyanyian rakyat.

Kedua, folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Folklor sebagian lisan meliputi kepercayaan rakyat; permainan rakyat dan hiburan rakyat (semacam gobaksodor, Sunda mandah, dan lain-lain); teater rakyat; tari rakyat; upacara-upacara (kematian, perkawinan); adat istiadat (gotong royong, batas umur pengkhitanan anak, dan lain-lain); pesta-pesta rakyat (sekaten, ruwatan, dan lain-lain).

Ketiga, folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan yang meliputi material: arsitektur rakyat (bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya); kerajinan tangan rakyat; pakaian dan perhiasan tubuh adat; makanan dan minuman rakyat; obat-obatan rakyat. Contoh yang bukan material: gerak isyarat tradisional (gesture); bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan tanda bahaya di Jawa atau gendang untuk mengirim berita seperti dilakukan di Afrika); musik rakyat (gamelan Sunda, Jawa, Bali).

Selanjutnya, Bascom (via Danandjaja, 2002: 19) menjelaskan fungsi folklor sebagai sistem proyeksi (projective system) (maksudnya sebagai alat pencermin angan-angan suatu kotektif); sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan; sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device); sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya. Sehubungan dengan tradisi lisan atau sastra lisan, keduanya kadang disenadakan, bahkan sama. Konsep tradisi dalam tradisi lisan hampir sama pengertiannya dengan folklor.

Tradisi lisan ditransmisikan dalam waktu dan ruang dengan ujaran dan tindakan. Perbedaan keduanya terletak pada unsur-unsur yang ditransmisi secara lisan yang kadang- kadang diikuti dengan tindakan (Hutomo, 1991:1). Tradisi lisan menurut keputusan atau rumusan UNESCO mencakup beberapa hal (Hutomo, 1991:11) yakni yang berupa kesusasteraan lisan; teknologi tradisional; pengetahuan folk di luar pusat- pusat istana dan kota metropolitan; unsur-unsur religi dan kepercayaan folk di luar batas normal agama-agama besar; kesenian folk di luar pusat- pusat istana dan kota metropolitan; dan berupa hukum adat.

 Berdasarkan penjelasan mengenai sastra lisan dan folklor, maka tradisi Umpasa sebagai contoh tradisi yang berkembang secara lisan. Umpasa digolongkan sebagai salah satu bentuk tradisi lisan yang berbentuk puisi rakyat, yang termasuk dalam kelompok folklor lisan. Hal ini dikarenakan bentuknya murni lisan yang juga sesuai dengan penggolangan bentuk folklor rnenurut Brundvard (via Danandjaja, 2002: 21-23). Karena Umpasa termasuk puisi yang memiliki bentuk, maka dalam penelitian ini struktur sastra lisan yang dibahas meliputi bentuk, formula, tema, bunyi, diksi, dan gaya bahasa. Unsur-unsur tersebut adalah unsur yang selalu ada dalam teks sastra lisan (Badrun, 2003: 23).

 

A.    Ciri- ciri Sastra Lisan

Untuk memudahkan dalam mengidentifikasi suatu tradisi atau budaya apakah termasuk sastra lisan atau bukan, disajikan secara rinci ciri-ciri sastra lisan yang dikemukakan oleh Hutomo (1991: 3-4) seperti di bawah ini.

(1) Menurut penyebarannya, disebarkan melalui mulut secara lisan, baik dari segi waktu maupun ruang melalui mulut.

 (2) Lahir di dalam masyarakat yang masih bercorak desa, masyarakat di luar kota, atau rnasyarakat yang belum mengenal huruf.

 (3) Menggarnbarkan ciri-ciri budaya suatu masyarakat.

 (4) Anonim atau tidak diketahui siapa pengarangnya.

(5) Bercorak puitis, teratur, dan berulang-ulang.

(6) Pralogis, tidak mementingkan fakta dan kebenaran, lebih menekankan pada aspek khayalan/fantasi yang tidak diterima oleh masyarakat modern.

(7) Bahasa yang digunakan berupa bahasa lisan (sehari-hari), mengandung dialek, kadang-kadang diucapkan tidak lengkap

(8) Bersifat tradisional: sikap, cara berfikir, dan bertindak selalu berpegang teguh pada norma, nilai, dan adat kebiasaan yang ada secara turuntemurun.

(9) Bentuknya tetap

 (10) Banyak versi dan varian.

(11) Terdapat unsur interpolasi.

(12) Ada formula.

(13) Spontan

(14) Ada proyeksi keinginan bahwa pencerita mempunyai peran penting dalam berkembangnya sastra lisan.

 (15) Paraklisme.

 (16) Berisi kearifan hidup universal.

Selain memiliki ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, sastra lisan juga memiliki fungsi dalam kehidupan berbangsa dan berbudaya seperti di bawah ini.

(1) Berfungsi didaktik, yakni memiliki unsur pendidikan karena didalamnya terkandung berbagai amanah dan pesan penting yang juga harus dipahami oleh masyarakat.

(2) Sebagai pelipur lara atau penghibur masyarakat karena banyak sastra lisan yang bertema humor dan mengandung unsur pelipur lara. Misalnya, dongeng si kancil yang sangat humoris dan kental akan imajinasi.

(3) Protes sosial karena dalam perkembangannya, sastra lisan sebagai media untuk menyampaikan aspirasi masyarakat sesuai zamannya. Sebuah cerita bisa mewakili isi hati masyarakat.

(4) Sastra lisan dapat berfungsi sebagai sindiran yang diungkapkan dalam bentuk lagu rakyat, pantun rakyat, dan lain sebagainya.

Hutomo (1991:67-74) juga memiliki penjelasan sendiri terkait fungsi sastra lisan bagi masyarakat, namun maksudnya tidak jauh berbeda dari uraian di atas. Berikut ini beberapa fungsi sastra lisan yang dikemukakan oleh Hutomo:

(1) sebagai sistim proyeksi;

(2) pengesahan kebudayaan;

(3) sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial, dan sebagai alat pengendalian sosial;

(4) sebagai alat pendidikan anak;

 (5) untuk memberikan suatu jalan yang dibenarkan oleh masyarakat agar dia dapat lebih superior daripada orang lain;

 (6) untuk memberikan seseorang jalan yang diberikan oleh masyarakat agar dia dapat mencela orang lain;

 (7) sebagai alat untuk memprotes ketidakadilan dalam masyarakat;

 (8) untuk melarikan diri dari himpitan hidup, atau dengan kata lain berfungsi sebagai hiburan semata.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

1.      Simpulan

Folklor adalah sebagian kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun, di antara kolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). lstilah folklor merupakan peng-lndonesiaan dari bahasa lnggris folklore. Istilah folklor diambil dari bahasa Inggris:

“Folk” (kelompok orang-orang yang memunyai ciri-ciri pengenal kebudayaan, yang ciri-cirinya tersebut dapat membedakannya dari kelompok lainnya)

“Lore” (tradisi dari folk) – yang diwariskan turun-temurun, melalui cara lisan atau melalui contoh yang disertai dengan perbuatan

2.      Saran

a.       Diharapkan kepada pembaca, agar maalah ini bisa dijadikan sebagai pedoman dalam mata kuliah Sastra Lisan

b.      Dengan adanya makalah ini, agar pembaca dapat menambah wawasan terutama dalam mata kuliah Sastra Lisan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Putaka

http://www.rahasiasastra.com/2017/01/hakikat-sastra-lisan-tradisi-lisan-dan.html

https://e-learning.unpam.ac.id/course/view.php?id=28730

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar